Namun, semua itulah yang menjadi dorongan kami untuk bertandang ke tempat yang pernah dijadikan tempat adu nyali oleh salah satu stasiun televisi swasta sekaligus dalam melakukan tugas mencari informasi tentang tempat wisata bersejarah yang ada di Indonesia.Lawang Sewu tempatnya sangat strategis dan mudah ditemukan, karena berada disalah satu sisi persimpangan Tugu Muda. Gedung Lawang Sewu dibangun pada tahun 1903 dan selesai serta diresmikan pada tanggal 1 Juli 1907. Bangunan berlantai 2 ini dijadikan kantor pusat Nederlandsch Indishe Spoorweg Naatschappij atau dikenal NIS dan ada kabar, dulu bangunan ini sebagai tempat pengurusan administrasi dan kemiliteran yang ada di Semarang. Bagian depan bangunan bersejarah ini dihiasi oleh menara kembar model gothic dan membelah menjadi dua sayap, memanjang kebelakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Gedung megah bergaya art deco yang bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa itu, menjadi salah satu karya dua arsitek ternama Belanda yaitu: Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J Queendag.
Menelusuri lebih dalam Lawang sewu
“Bagian dalam yang masih kokoh”
Mengapa banyak orang menyebutnya Lawang Sewu, bahwa bangunan tersebut memiliki banyak pintu. Jika diartikan pintu dalam bahasa Jawa ‘Lawang’ sedangkan ‘Sewu’ itu seribu berarti “Pintu seribu”, entah siapa yang menamakan dan menghitung pintu-pintu itu!, yang jelas nama Lawang Sewu sudah melekat di setiap orang Indonesia sampai saat ini.
Kami pun mencoba melangkahkan kaki untuk masuk kedalam gedung. Dari pintu utama kami langsung dihadapkan sebuah tangga besar menuju lantai 2. Di bagian tangga terpasang sebuah kaca grafir yang menutupi jendela dengan ukiran yang indah . Memang, awal yang dirasakan saat memasuki bangunan ini agak sedikit berbeda, lorong-lorong yang minimnya pencahayaan membuat suasana agak sedikit mistis. Akan tetapi, semua itu disambut oleh keindahan pemandangan hiasan kaca-kaca patri yang penuh warna warni di puncak anak tangga. Dinding dan tiang-tiang yang masih kokoh melengkapi kemegahan struktur bangunan itu. Terpesona akan semua itu, kami melanjutkan menelusuri bagian ruangan yang lain. Memasuki bagian atas dan berdiri disalah satu balkonnya, terlihat kesibukan kendaraan-kendaraan dijalan raya serta disuguhi pemandangan taman kota di tengah bundaran jalan.
“Penjara Bawah Tanah”
Setelah puas menelusuri bagian atas, kami pun turun dan mengelilingi bagian dasar bangunan. Pintu-pintu tinggi yang berjajar dibagian sayap gedung, mengingatkan seperti apa kesibukan pada waktu itu. Adapula sebuah ruangan yang katanya berisi peninggalan jaman Belanda. Pintunya sangat kokoh sehingga belum berhasil dijebol hingga saat ini. Jadi ada kemungkinan di dalamnya masih banyak tersimpan uang dan harta benda lainnya. Benarkah demikian?
Melihat seluruh kondisi fisik eksterior maupun interiornya meski kurang terawat, decak kagum pun ada dalam diri. Bangunan bersejarah Lawang Sewu tetap menyisakan keelokan arsitektur dimasa lalu.
Puas berkeliling dibagian dasar ruangan, kami pun ketempat dimana terdapat penjara bawah tanah. Cukup dengan uang Rp 5000,-/orang kami bisa melihat ruangan-ruangan yang dahulunya sebagai tempat penjara dan penyiksaan tahanan.
Penjara yang dimaksud berlokasi dibawah tanah, mempunyai kedalam 3 meter dari permukaan. kami ditemani oleh pemandu untuk menelusuri lorong selebar kurang lebih 1,5 meter dengan ketinggian langit-langit 2 meter tanpa ada cahaya. Dengan bantuan senter besar kami memulai perjalanan, aroma yang sumpek serta genangan air mengawali penelelusuran ini, namun semua itu tidak menjadi kendala bagi kami, untuk mengetahui apa saja yang ada di sini (penjara). Dengan rasa sedikit takut, pemandu mulai menunjukan kamar-kamar disebelah kiri maupun kanan lorong. Dahulu disini adalah tempat penyiksaan bagi para tahanan oleh pihak Belanda dan Jepang.
Berikutnya, sampai pada ruangan yang berisi bak-bak beton yang tingginya mencapai 1 meter. Tempat ini juga digunakan untuk menyiksa para tahanan dengan dipaksa berjongkok dengan direndam air setinggi leher sementara bagian atasnya ditutup jeruji besi. Dengan cara penyiksaan itu ruangan ini diberi nama penjara jongkok. Sulit dibayangkan, seperti apa para pejuang kita di perlakukan seperti itu!.
Dalam penelusuran selanjutnya, kami ditunjukan sekat jejeran batu bata yang ukurannya 1x1 meter bentuknya seperti lemari. Sekat-sekat sempit inilah yang disebut penjara berdiri di tempat ini biasanya diisi 5 sampai 6 tahanan setelah disiksa dengan tertutup jeruji besi dan dibiarkan berdiri hingga mati lemas.
Ruangan terakhir yang kami jumpai adalah ruang eksekusi. Tampak satu meja terbuat dari baja tertanam dilantai. Disinilah para tahanan dieksekusi mati dengan di penggal kepalanya. Ruangan ini cukup membuat merinding, saat membayangkan kejadian kala itu, dimana para tahanan di eksekusi.
Tak terasa hampir 20 menit kami berjalan menelusuri lorong itu, dan akhirnya bisa menghirup udara segar kembali. Merupakan sebuah pengalaman bagi kami, semua perasaan tercampur aduk antara takut, tegang sekaligus menyenangkan. Tapi, sayangnya seluruh ruangan yang ada didalam tidak boleh di foto, entah kenapa?.
Sebenarnya masih ada lorong lain yang pada saat itu digunakan oleh para pejuang kemerdekaan untuk meloloskan diri dari kejaran musuh. Lorong itu menghubungkan antara Lawang Sewu, SMAN 3 Semarang dan SMAN 1 Semarang. Sayangnya lorong sudah ditutup dan tidak tahu keberadaanya. Belum lagi di temukannya kerangka-kerangka manusia disalah satu ruangan bawah tanah dengan jumlah yang sangat banyak, kemudian kisah pembantaian serta kekejaman perang yang pernah terjadi di Lawang Sewu.
Sebelumnya bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam) IV/Diponegoro dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah. Selain itu, pada masa perjuangan gedung ini juga memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa pertempuran lima hari di Semarang, di gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat pada tahun 1945 tepatnya tanggal 8 september, antara Angkatan Muda Kereta Api Indonesia yang berusaha merebut kembali bangunan ini dari tangan Kempetai dan Kido Butai Jepang. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Semarang dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Seperti itulah pesona Lawang Sewu, walaupun tidak semua bangunan tersebut terawat dan digunakan kembali, tapi setidak-tidaknya jejak sejarah bangsa kita masih sangat mudah ditemui di kota itu. Bangunan-bangunan tersebut mungkin beruntung karena berdiri di atas kota di mana pemerintahnya masih tetap menghargai keberadaannya. Sungguh mengagumkan, bangunan tua yang masih eksis hingga sekarang. Setelah apa yang kami alami sejak awal sampai akhir dalam perjalanan wisata bersejarah ini, sudah dapat disimpulkan bahwa Lawang Sewu adalah tempat wisata bersejarah di Indonesia yang begitu indah, megah dan penuh makna serta membuat jantung berdebar. Jika ada orang yang beranggapan bahwa Lawang Sewu Angker! .”percaya atau tidak”.., kembali pada diri mereka masing-masing. Akankah lebih menarik lagi jika anda langsung yang membuktikannya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar