Powered By Blogger

Rabu, 30 Juni 2010

FESTIVAL BUNGA TOMOHON di SULAWESI UTARA


FESTIVAL BUNGA TOMOHON 


TOMOHON, seminggu di awal Juli 2008. Kota yang berjarak lebih kurang 20 kilometer dari pusat pemerintahan Sulawesi Utara, diramaikan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk sebuah event bertaraf nasional, yakni Tomohon Flower Festival (TFF) yang di dalamnya termasuk acara Tournament of Flower (ToF). Untuk ke sana, dari Manado kita dapat menyusur jalan berkelok-kelok dengan pemandangan elok. Hutan diselingi pakis dan bunga liar yang memberi keunikan tersendiri ditambah hamparan ladang penduduk yang ditumbuhi cengkih, juga perkampungan. Di beberapa kelok ada air jatuh musiman yang menderas bila curah hujan tinggi. Laut ada di belakang kita, ia terlihat biru dan kian jauh di utara, udara sejuk lalu mengguyur menyegarkan rongga dada.



Kita sudah di Tomohon. Bersua Tinoor, suatu kampung yang berhadapan dengan kawasan volkano, Gunung Lokon, kemudian Kinilow. Di sini kita dapat melihat para pengrajin anyaman bambu, kios-kios mereka berderet di samping kiri jalan raya Manado – Tomohon. Kegiatan TFF diselenggarakan untuk mendukung Visit Indonesia Year 2008 dan mempromosikan Sulawesi Utara sebagai tujuan kunjungan wisata, utamanya pelaksanaan World Ocean Conference 2009. Pemandangan warna-warni bunga makin kental ketika kita masuk ke Kakaskasen. Ladang bunga di lingkar barat dan timur seakan membungkus kota itu.



TFF bertujuan untuk mempromosikan potensi Tomohon sebagai “Kota Bunga” beserta industri pendukungnya agar dapat menjadi pusat industri bunga di Indonesia Timur, sekaligus menjadikan Tomohon sebagai tujuan wisata, baik ecotourisme maupun agrotourisme. Selain itu TFF diharapkan dapat meningkatkan citra Tomohon yang mensejahterakan masyarakat, dapat memfasilitasi komunikasi antar stakeholder dalam pengembangan usaha tanaman florikultura, sebagai ajang pertemuan temu bisnis antar pelaku usaha bunga dalam rangka pengembangan investasi usaha florikultura di Tomohon serta berkemampuan meningkatkan dan ketrampilan sumberdaya manusia di bidang usaha berbasis produk florikultura. Dan bagi masyarakat sendiri akan berdampak pada peningkatan kecintaan terhadap tanaman, utamanya tanaman hias sebagai bagian dari budaya yang juga dapat memacu peningkatan pendapatan perekonomian mereka. Maka, dari TFF 2008 oleh pemerintah kota sudah di susun grand design untuk memajukan segala potensi yang ada di sana, sebab TFF akan menjadi event yang sudah akan dilaksanakan setiap tahun.



Pada lima hari jelang Tournament of Flower (ToF) di Kota Tomohon, Explore Indonesia menyempatkan diri bertandang ke stadion Parasamiya Walian Tomohon dan berbincang hangat dengan Lelly Rochelli, koordinator dekorator kendaraan hias. Beberapa hal yang ditekankan Rochelli, namun satu hal yang sering dia ulang seraya membandingkan Tomohon dan beberapa tempat yang sudah sempat ia kunjungi di dunia, bahwa, Tournament of Flower (ToF) di Kota Tomohon itu ada aroma magisnya. Baru tersadar ketika ToF terselenggara, 03 Juni 2008. Sedari pagi mendung menggantung, beberapa titik rintik sempat turun, dan ada yang khawatir hujan segera turun sebab Gunung Lokon sudah berbalut kabut kelabu.



Waktu merambat hingga siang, orang-orang dari perkampungan sekitar kota Tomohon sudah berjubel di sisi jalan di mana kendaraan hias sebentar lagi melintas. Antusias menunggu saat, Marching Band SMA Lokon sebagai kepala barisan dan anak-anak pengibar lambang daerah-daerah yang turut serta di ToF, lalu Replika Garuda dari Banjarmasin ada di deretan kendaraan hias paling depan, disusul simbol keagungan adat dan budaya pada masa lalu, replika benteng terbesar di dunia dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, di belakangnya kendaraan hias dari Minahasa Tenggara, ada dua buah salak raksasa di atas kendaraan hias itu yang juga dibuat dari buah-buah salak. Menyusul kelompok Musik Bambu, angsa dari Jambi, kontingen Palu, Minsel, Surabaya, badak cula satu, Mataram, Tarakan, Pekan Baru, Ambon, Semarang, Kota Padang, Kota Payakumbuh, topeng dari DKI Jakarta, Kota Samarinda, Minahasa, Banda Aceh, Pekalongan, Malang, Bandung, Makassar, susul menusul yang lainnya. Bitung datang dengan “warna” kampanye lingkungan. Kota Cakalang menampilkan potensi lautnya dengan pesan “Hidup Sehat, Ramah Lingkungan”, kendaraan hias Bitung didahului beberapa kendaraan hias. Dari Palangkaraya dan Medan. Sesudah Bitung ada Tidore, Bolmong, Mamuju, Kendari, Pangkal Pinang, Kupang, Banten, Ternate, DI Yogyakarta, Manado dengan taman lautnya yang disulap dari bunga, Bandar Lampung, Palembang, cendrawasi dari Papua, perahu naga dari Tanjung Pinang, Pontianak, Tomohon, Sukabumi, Gorontalo, satu lagi kendaraan hias dari Manokwari dan ditutup barisan pengawal. Tatap menerawang jauh, atmosfir yang labil. Dan..., ini magisnya, hujan tak jadi turun hingga semua iring-iringan kendaraan hias tiba di Rindam, panggung utama di mana para pejabat daerah dan tamu dari ibukota negara menyambut.

Kami coba meramu kepastian yang gamang. Namun terbukti saat itu magis yang diucapkan Rochelli beberapa hari silam itu. ToF mampu menyedot pandang ribuan pasang mata mulai dari Walian tempat kendaraan hias itu start hingga di Rindam. Sisi jalan yang sudah dikawal panitia didesak manusia-manusia yang terhipnotis suguhan ToF. Seketika jadi teringat hal-hal lain yang disampaikan Rochelli, “Semua di sini akan berguna dan menjadi nilai tambah bagi banyak orang.” Kembali mengulang apa yang diucapkan sebelumnya, mencium aroma magis di event ini. Berbaur dengan penonton juga para pedagang yang berjualan penganan dan air mineral.

Di ujung TFF jelang penutupan, Minggu (6/7), sekali lagi Tomohon memberi kejutan. Karpet bunga digelar dengan latar 46 kendaraan hias dari berbagai daerah di Indonesia. Pada event Holtifair di Belanda tahun 2007, negeri Kincir Angin itu sempat membuat karpet bunga dengan ukuran 50 x 50 meter. Di Tomohon ukurannya lebih besar lagi, yakni, 49 meter x 79,2 meter, dan dikukuhkan sebagai karpet Bunga terbesar di dunia. Warna menyala, merah, putih ungu, kuning, oranye, di tengah lambang TFF dengan simbol Paeyus, bunga endemik di tanah Minahasa.

Kenangan semerbak bunga yang tak terlupa, membuat rindu untuk kembali ke Tomohon meski kita berada jauh di negeri orang. Bunga-bunga dari tanah subur yang ada di sana bulan silam itu, sudah menyedot tatap mata seantero dunia.

PANORAMA "GREEN CANYON" di jawa barat





Setelah menghabiskan waktu perjalanan selama 20 menit, kita disuguhi oleh 2 bukit yang kokoh. Tikungan demi tikungan telah terlewati, tibalah kita disebuah gua Green Canyon yang memiliki stalaktit dan stalakmit unik. Sungguh pemandangan yang luar biasa, sang nahkoda pun mecoba untuk memarkirkan perahunya untuk kita bisa turun dengan mudah. Sungai yang berwarna Hijau Toska diapit dengan dua tebing yang menjulang tinggi serta semilirnya angin yang sejuk. Serasa tempat itu memberikan salam selamat datang di Green Canyon kepada para pengunjung. Memang tempat yang eksotis, air yang ada di dalam sini lumayan deras, berbeda saat kita kita memulai perjalanan ke dalam gua. Pelampung yang terikat erat serta plastik yang membungkus camera, petualangan pun dimulai. Tim E-I pun berenang di sungai yang mempunyai kedalaman hingga 2 meter dengan melawan arus air. Awal yang cukup mendebarkan juga menyenangkan. Tebing yang berwarna hijau terlihat sangat begitu kokoh serta batu – batu besar, melengkapi kharisma keindahan saat berada kami berada di bagian dalamnya. Sungguh panorama yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.



Sedangkan nama Green Canyon berasal dari Turis Asing yang sedang berwisata ditempat ini beberapa tahun silam. Wisman ini menyusuri sungai cijulang dan menamakan objek wisata tersebut menjadi Green Canyon. Berarti kalau di Amerika ada Grand Canyon sedangkan di Indonesia ada Grand Canyon. Hingga saat ini, walaupun masih tetap ada nama Cukang Taneuh yang tertulis papan dekat pintu gerbang masuknya. Namun kebanyakan orang lebih sering menyebutnya Green Canyon. Jadi, apa nama Cukang Taneuh sulit disebut, kurang menjual atau dengan nama Green Canyon lebih mempunyai magnet tersendiri untuk menarik para wisatawan untuk berkunjung..? Tetapi apapun sebutannya, kita sebagai warga Negara Indonesia wajib bersyukur dan juga bangga akan keunikan-keunikan objek wisata baik itu alam, budaya, bahari dan lain sebagainya yang tidak kalah menariknya dari objek-objek wisata yang ada di dunia.

Jumat, 25 Juni 2010

PANORAMA PULAU SEMPU di MALANG-JAWA TIMUR






Objek wisata alam yang satu ini memang tidak sebeken obyek lainnya di Jawa Timur Gunung Bromo. Akan tetapi, keistimewaannya sangat unik dan jelas berbeda dari objek-objek wisata lainnya di sana.



Jauh dari kebisingan, suasananya alami, asri dan tidak ada satu pun bangunan yang berdiri di Pulau ini seperti tempat penginapan, rumah makan dan sebagainya. Pulau Sempu, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Pulau ini berada dalam wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat ini Sempu merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh pemerintah. Di pulau tersebut ada lebih dari 80 jenis burung yang dilindungi dan juga masih terdapat hewan-hewan lainnya seperti; babi hutan, kancil, juga lutung jawa dan jika beruntung bisa menemui jejak–jejak macan tutul.


Selain berenang para pengunjung juga bisa bersantai dengan bermain voli pantai. Bagi yang menyukai suasana alam yang asli dan jauh dari kebisingan kota, Pulau Sempu merupakan tempat yang pas untuk dikunjungi.


Keunikan berwisata di pulau ini adalah jika air sedang surut kita bisa menyebrang dari Pualu Jawa menuju Pulau Sempu. Pengunjung umumnya menyeberang pergi dan pulang pada pagi dan sore hari, karena penyebrangan hanya bisa dilakukan pada saat-saat itu dan bahkan tidak boleh lebih dari pukul 16.00 sore. Di pulau ini terdapat telaga yang disebut Segara Anakan. Dimana air yang terdapat di telaga ini berasal dari air deburan ombak yang menghantam karang. Sebagian air itu mengalir masuk ke Segara Anakan melalui karang yang berlubang besar di tengahnya.



Jika pengunjung ingin bermalam di sini anda bisa menginap di penginapan–penginapan milik masyarakat di sepanjang jalan menuju Pantai Sendangbiru. Atau bisa juga dengan membuka tenda di Pulau Sempu, namun pengunjung harus meminta izin terlebih dahulu di pos penjagaan di Sendangbiru yang terletak tepat di seberang Pulau Sempu. Hal ini dilakukan demi menjaga kelestarian habitat dan lingkungan sekitar objek wisata Cagar Alam ini.



GUNUNG TANGKUBAN PERAHU di JAWA BARAT

GUNUNG TANGKUBAN PERAHU:

Masih ingatkah Anda tentang cerita legenda Sangkuriang dari tanah Pasundan, Jawa Barat? Legenda turun-temurun ini bercerita tentang seorang anak bernama Sangkuriang yang mencintai ibu-nya sendiri (inses), Dayang Sumbi.

Suatu hari Dayang Sumbi ingin sekali memakan hati rusa. Dirinya pun menyuruh Sangkuriang untuk segera berburu rusa ke hutan. Namun, setelah sekian lama berburu, Sangkuriang tidak mendapatkan hasil buruannya. Karena takut mengecawakan hati sang ibu, Sangkuriang membunuh Tumang (anjing kesayangannya). Tumang sesungguhnya adalah Ayah dari Sangkuriang yang menjelma menjadi seekor anjing. Karena berbagai alasan, sang suami tidak dapat memperlihatkan wujud aslinya.

Dayang Sumbi sadar bahwa yang dibunuh Sangkuriang adalah si Tumang, dan bukannya rusa. Murka, Dayang Sumbi memukul Sangkuriang hingga jatuh. Kening Sangkuriang terluka, darahnya pun bercucuran. Hingga akhirnya Dayang Sumbi mengusir darah dagingnya sendiri untuk selama-lamanya.

Tahun demi tahun berlalu dan Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Kemudian ia bertemu dengan Dayang Sumbi yang masih tetap tampak jelita dan belia. Mereka jatuh cinta. Sampai akhirnya Dayang Sumbi menemukan bekas luka di kening Sangkuriang. Yakin Sangkuriang adalah anaknya, Dayang Sumbi menolak lamaran pemuda rupawan itu. Karena Sangkuriang terus berkeras untuk menikahinya, Dayang Sumbi menetapkan sebuah syarat: Ia akan menikahi Sangkuriang apabila pemuda itu dapat menyelesaikan sebuah perahu raksasa dalam satu malam.

Di luar perkiraan Dayang Sumbi, Sangkuriang mampu melakukannya. Perahu itu hampir selesai saat Dayang Sumbi membangunkan para ayam jantan untuk berkokok sebelum waktunya. Kesal karena merasa dirinya gagal, Sangkuriang menendang perahu yang sedang dibuatnya. Perahu itu kemudian terbalik dan berubah menjadi gunung. Hingga kini nama gunung tersebut dikenal dengan sebutan Gunung Tangkuban Perahu
.



Uniknya Pesona Tangkuban Perahu


Tidak seperti gunung-gunung berapi pada umumnya, Gunung Tangkuban Perahu mempunyai bentuk yang unik dengan puncaknya yang datar serta memanjang seperti perahu terbalik. Hamparan hijaunya perkebunan teh menjadi salah satu pemandangan yang sangat menarik bagi para wisatawan. Para pengunjung juga bisa menikmati suasana Kota Bandung dari ketinggian dengan dibalut udaranya yang sejuk.

Objek wisata alam yang terletak kurang lebih 25 km ke arah Lembang, atau lebih tepatnya di Desa Cikole ini, juga terdapat sepuluh kawah yang jaraknya berdekatan. Namun yang sering dijelajahi oleh para pengunjung sebanyak tiga kawah yaitu; Kawah Ratu, Kawah Domas dan Kawah Upas. Di Kawah Domas, wisatawan bisa memanfaatkan sumber air panas yang mengandung belerang untuk membasuh badan. Konon kandungan belerang ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit.

Uniknya lagi banyak diantara pengunjung yang datang dan merebus telur di kawah ini. Hanya dalam waktu 10 menit telur-telur mereka sudah matang dan lansung bisa dikonsumsi. Hmm...!! Setelah coba mencoba, selain cepat matangnya rasanya pun begitu lezat. Apa ini hanya terbawa suasana saja ya..? Menikmati hangatnya telur rebus ditemani udara dingin. Untuk menuju kawah satu dengan kawah yang lain, para pengunjung bisa berjalan kaki atau menyewa kuda tunggangan.

PANORAMA GUNUNG BROMO di JAWA TIMUR




Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.

Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.




Bromo sebagai gunung suci

Bagi penduduk Bromo, suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa;


Melihat Matahari Terbit Bromo dari Pananjakan

Pengunjung biasa mengunjungi kawasan ini sejak dini hari dengan tujuan melihat terbitnya matahari. Untuk melihatnya, Anda harus menaiki Gunung Pananjakan yang merupakan gunung tertinggi di kawasan ini. Medan yang harus dilalui untuk menuju Gunung Pananjakan merupakan medan yang berat. Untuk menuju kaki Gunung Pananjakan, Anda harus melalui daerah yang menyerupai gurun yang dapat membuat Anda tersesat. Saat harus menaiki Gunung Pananjakan, jalan yang sempit dan banyak tikungan tajam tentu membutuhkan ketrampilan menyetir yang tinggi. Untuk itu, banyak pengunjung yang memilih menyewa mobil hardtop (sejenis mobil jeep) yang dikemudikan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar berasal dari suku Tengger yang ramah dengan para pengunjung.

Sampai diatas, ada banyak toko yang menyediakan kopi atau teh hangat dan api unggun untuk menghangatkan tubuh sambil menunggu waktu tebitnya matahari. Ada pula toko yang menyewakan pakaian hangat. Menyaksikan terbitnya matahari memang merupakan peristiwa yang menarik. Buktinya, para pengunjung rela menunggu sejak pukul 5 pagi menghadap sebelah timur agar tidak kehilangan moment ini. Anda pun tidak selalu bisa melihat peristiwa ini, karena bila langit berawan, kemunculan matahari ini tidak terlihat secara jelas. Namun, saat langit cerah, Anda dapat melihat bulatan matahari yang pertama-tama hanya sekecil pentul korek api, perlahan-lahan membesar dan akhirnya membentuk bulatan utuh dan memberi penerangan sehingga kita dapat melihat pemandangan gunung-gunung yang ada di kawasan ini. Antara lain, Gunung Bromo, Gunung Batok, atau Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa.


Kawah dan Lautan Pasir Bromo

Selesai menyaksikan matahari terbit, Anda dapat kembali menuruni Gunung Pananjakan dan menuju Gunung Bromo. Sinar matahari dapat membuat Anda melihat pemandangan sekitar. Ternyata Anda melewati lautan pasir yang luasnya mencapai 10 km². Daerah yang gersang yang dipenuhi pasir dan hanya ditumbuhi sedikit rumput-rumputan yang mengering. Tiupan angin, membuat pasir berterbangan dan dapat menyulitkan Anda bernafas.

Untuk mencapai kaki Gunung Bromo, Anda tidak dapat menggunakan kendaraan. Sebaliknya, Anda harus menyewa kuda dengan harga Rp 70.000,- atau bila Anda merasa kuat, Anda dapat memilih berjalan kaki. Tapi, patut diperhatikan bahwa berjalan kaki bukanlah hal yang mudah, karena sinar matahari yang terik, jarak yang jauh, debu yang berterbangan dapat membuat perjalanan semakin berat.

Sekarang, Anda harus menaiki anak tangga yang jumlahnya mencapai 250 anak tangga untuk dapat melihat kawah Gunung Bromo. Sesampainya di puncak Bromo yang tingginya 2.392 m dari permukaan laut, Anda dapat melihat kawah Gunung Bromo yang mengeluarkan asap. Anda juga dapat melayangkan pandangan Anda kebawah, dan terlihatlah lautan pasir dengan pura di tengah-tengahnya. Benar-benar pemandangan yang sangat langka dan luar biasa yang dapat kita nikmati.